Dialogue

Vocabulary

Learn New Words FAST with this Lesson’s Vocab Review List

Get this lesson’s key vocab, their translations and pronunciations. Sign up for your Free Lifetime Account Now and get 7 Days of Premium Access including this feature.

Or sign up using Facebook
Already a Member?

Lesson Notes

Unlock In-Depth Explanations & Exclusive Takeaways with Printable Lesson Notes

Unlock Lesson Notes and Transcripts for every single lesson. Sign Up for a Free Lifetime Account and Get 7 Days of Premium Access.

Or sign up using Facebook
Already a Member?

Lesson Transcript

Hari Kartini
Salah satu hari libur yang penuh perayaan di Indonesia adalah Hari Kartini setiap tanggal 21 April. Kartini dihargai atas jasanya memulai perjuangan emansipasi wanita yang di masanya memiliki status sosial yang rendah. Ia menjadi figur yang menginspirasi kegiatan feminis di Indonesia dalam memperjuangkan persamaan hak perempuan Indonesia.
Kartini yang bergelar Raden Ajeng adalah seorang puteri bupati Jepara, di Jawa Tengah, Indonesia. Dibesarkan dalam keluarga yang berpendidikan, Kartini muda gemar membaca dan menulis. Ia bersekolah sampai umur 12 tahun dan bisa menguasai bahasa Belanda dengan baik. Setelah berumur 12 tahun, sesuai tradisi, ia dipingit dan dipersiapkan untuk dinikahkan.
Selama masa pingitan, Kartini tidak diizinkan keluar rumah. Dalam masa ini, Kartini mendidik dirinya sendiri melalui buku-buku dan surat-menyurat dengan teman-teman Belandanya. Dari surat-menyurat itu, Kartini diperkenalkan kepada gerakan feminis di Eropa. Ia sangat berhasrat untuk mengubah nasib perempuan bangsanya yang tidak berdaya. Di masa itu, poligami adalah praktek yang umum dan bagi Kartini hal ini adalah ketidakadilan dan diskriminasi.
Kartini juga merasa prihatin dengan keadaan bangsanya yang terbelakang. Belanda dengan sengaja memperkenalkan madat kepada laki-laki untuk mencegah mereka menjadi pintar. Sementara itu, kaum perempuan masih bodoh dan tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Tingkat kematian bayi sangat tinggi. Kondisi seperti ini sangat disukai oleh penjajah Belanda.
Maka Kartini bersama adiknya meminta izin ayahnya untuk membuka sekolah bagi perempuan. Permintaan tersebut seperti permintaan yang tak mungkin karena sekolah saat itu hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Akan tetapi, Kartini dan Rukmini berhasil menyelenggarakan sekolah kewanitaan yang diadakan di pekarangan rumah ayah Kartini. Sekolah itu mengajari perempuan tentang mengurus keluarga, menjaga kesehatan, dan juga baca tulis.
Kartini akhirnya menikah dengan seorang bupati Rembang yang sudah beristri dua. Ia menerima perjodohan yang diatur oleh ayahnya tersebut karena ia sangat mencintai ayahnya. Beberapa hari setelah melahirkan putranya, Kartini meninggal dunia di usia 25 tahun.
Setelah meninggal, J.H. Abendanon, Menteri Pendidikan Hindia Belanda, mengumpulkan surat-surat Kartini dan menerbitkannya dalam buku “Habis Gelap, Terbitlah Terang”.

Comments

Hide